Paradigma Pekerja Migran Indonesia di Jepang

Minasan, konichiwa.
kalian tahu terkait Buruh Migran Indonesia di Jepang? nah, kali ini mimin mencoba merangkum sesi kuliah internasional dari Profesor Saeki Natsuko dari Nagoya Gakuin University (NGU) di Universitas Almuslim. Detailnya sebagai berikut:

Rangkuman Materi Prof. Saeki Natsuko dari NGU Jepang di Umuslim

Pada Sabtu, 21 Mei 2022 bertempat di Universitas Almuslim Aceh, telah mengadakan kegiatan kuliah umum secara luring dan daring. Materi dibawakan oleh Dosen tamu Profesor Saeki Natsuko dari Nagoya Gakuin University (NGU) tentang Paradigma Pekerja Migran Indonesia di Jepang”.

di dalam materinya beliau menyampaikan bahwa faktor pemicu orang Indonesia ke luar negeri khususnya Jepang dikarenakan daya tarik gaji di luar negeri untuk pekerja low-skill, lapangan kerja/pendapatan yang minim dan belum kondusif di negara asal dan kemudahan mendapatkan paspor dan visa, jelas Dosen senior NGU sekaligus pemerhati pekerja migran Indonesia di Jepang ini.

Menurutnya Jepang membutuhkan pekerja migran untuk menutupi kekurangan tenaga kerja, karena jumlah penduduk produktif yang semakin menurun, hal ini mendatangkan kesempatan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Jepang, dengan harapan mendapatkan gaji yang relatif tinggi dan pekerjaan yang layak,ungkapnya.

Pekerja Migran Indonesia (PMI) juga menimbulkan berbagai permasalahan karena di dunia kerja harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Ada banyak masalah yang di hadapi PMI di Jepang, termasuk di dalamnya ada permainan actor dan berbagai modus dalam dunia kerja, jelas Prof. Saeki Natsuko.

Prof. Saeki Natsuko menyampaikan Warga Negara Indonesia di Jepang (Juni 2020) berjumlah 66.084 orang yang tersebar di seluruh provinsi terutama Aichi (6.991 orang), Tokyo (5.479 orang) dan di Ibaraki (4.204 orang) sedangkan peserta Program Pemagangan berjumlah 35.542 orang.

Orang Indonesia tergiur dengan iklan yang di promosikan oleh Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) bahwa lowongan kerja ke Jepang dengan gaji 16-23 juta. Kenyataannya itu tidak benar karena gaji bersih yang di dapat oleh pekerja migran Indonesia di Jepang berkisar 10-12 juta dengan biaya hidup yang mahal.

Indonesia melindungi pekerja migran dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia namun peserta Program Pemagangan dianggap bukan Pekerja Migran sehingga tidak ada pelindungan hukumnya, ungkap Prof. Saeki Natsuko yang pernah menangani beberapa kasus persoalan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Jepang, seperti kecelakaan kerja yang tidak di tanggung biaya pengobatan oleh perusahaan, kekerasan dalam bekerja bahkan sampai kekerasan seksual.

Menurut Prof. Saeki Natsuko, banyak peserta program pemagangan yang mendapatkan perlakuan yang tidak layak dari perusahaan namun mereka tidak berani untuk melaporkan, kasus yang kita tangani hanya yang berani melaporkan sehingga kita cari solusi untuk penyelesaiannya.

Prof. Saeki Natsuko bersama mahasiswa Indonesia di Jepang membangun sebuah platform untuk menciptakan kesadaran kolektif dan partisipasi aktif pekerja migran Indonesia dalam memperjuangkan hak-haknya dan kepentingannya selama perjalanan migrasinya di Jepang, memberikan informasi terkait peraturan ketenagakerjaan dan non-ketenagakerjaan termasuk akses bantuan hukum serta melakukan pemberdayaan kepada peserta Program Pemagangan sehingga tercipta rasa solidaritas dan kepedulian bersama.

Prof. Saeki Natsuko menghimbau mahasiswa yang ada di Indonesia juga bisa melakukan hal yang sama kepada calon pekerja migran Indonesia.

Prof. Saeki Natsuko juga memberikan saran kepada calon pekerja migran Indonesia untuk menguasai bahasa, mengetahui hukum dan peraturan di negara tujuan.

Kemudian pemerintah Indonesia harus menyediakan lapangan kerja, mengajarkan hukum dan peraturan negara tujuan, bertindak terhadap LPK/Broker yang nakal dan melakukan Kerjasama dengan pengacara/NGO di negara tujuan, harap Prof. Saeki Natsuko.