Seri Kesusastraan

Minasan, Konichiwa.

Pada seri kesusastraan ini, mimin akan membahas tentang Abe Tomoji: Sastra dan Propaganda.

Satu bulan sebelum pecah perang Asia pasifik, Abe Tomoji menerima surat perintah militer dari Jendral Imamura Hitoshi selaku Komandan Tentara Angkatan Darat yang menjadikannya sebagai anggota Pasukan Propaganda. Kepala Pasukan Propaganda tersebut adalah Letkol Machida Kenji dan Tomoji adalah anggota milisi pasukan unit 16 yang ditugaskan untuk mengadakan operasi militer ke daerah selatan. Pada bulan Januari 1942 (showa 17) akhirnya Tomoji berangkat meninggalkan Tokyo. Setelah di pusatkan di Takao Taiwan pasukan unit 16 berangkat menuju Jawa lalu berlabuh dekat Tanjung Aulan (Teluk Banten) Propinsi Banten. Saat itu kapal yang ditumpangi Tomoji diterpedo kapal perang musuh sehingga tenggelam. Tomoji hanyut dan terkatung-katung di laut yang penuh dengan tumpahan minyak.

Di dalam Pasukan Propaganda yang akan mengadakan operasi militer ke Jawa tersebut terdapat para sastrawan seperti Asano Akira, Ooki Atsuo, Kitahara Takeo, Takeda Rintaro dan lain-lain. Ada juga kritikus seperti Ooya Souichi dan ilustrator seperti Ono Saseo dan Yokoyama Ryuuichi, serta pemusik Iida Nobuo dan lain-lain. Di samping itu ada juga beberapa jurnalis dan budayawan. Mereka berbaris menuju Batavia (sekarang Jakarta).

Setelah Pasukan Propaganda unit 16 berhasil menumpas tentara Belanda di Jawa pada tanggal 9 Maret 1942, mereka melaksanakan operasi militer dengan cara memberikan laporan penelitian tentang organisasi-organisasi budaya dan buku-buku peninggalan Belanda yang terdiri dari buku ilmu pengetahuan dan seni. Sebagai anggota Pasukan Propaganda, Tomoji bersama beberapa temannya yaitu Ono Saseo dan Matsui Suisei juga diperintahkan untuk meneliti buku-buku tentang Batavia dan Nusantara. Akibat dari “wisata” ini, mereka terpikat dengan alam, pemandangan Pulau Jawa serta tari-tarian Bali dan wayang sebagai budaya tradisional Nusantara.

Ketika melakukan operasi militer, Tomoji yang cenderung pro kemerdekaan, seperti yang disuarakan oleh Inggris dan Amerika pada waktu itu, mengalami situasi yang sangat dilematis. Di bawah tekanan sebagai bawahan militer, Tomoji merasa sangat menderita karena apa yang dilakukannya sangat menusuk jiwa humanismenya. Oleh karena itu sekembalinya Tomoji dari operasi militer, ia melindungi para budayawan dan ilmuan Belanda di Batavia.

Disisi lain Tomoji juga mengalami masalah kesehatan karena terlalu banyak mengerahkan tenaganya saat operasi militer. Pengalamannya hanyut di laut saat berlabuh, lalu operasi militer di bawah sengatan terik matahari, serta kesibukan kerja membuat kesehatan Tomoji memburuk. Karena itu Tomoji menerima ijin khusus dari militer untuk pergi ke Jawa Timur, tepatnya ke Selekta, pegunungan yang terletak di luar kota Malang, yang merupakan tempat peristirahatan saat musim kemarau guna mendapatkan perawatan medis selama kira-kira 2 bulan.

Sekembalinya dari selekta, Tomoji bekerja di Kantor Berita di Batavia. Tugas Tomoji adalah menyensor naskah berita yang disiarkan ke luar negeri seperti Australia dan lain-lain. Akhirnya pada bulan Desember pada tahun yang sama (1942) Tomoji kembali ke Jepang dan tiba di Tokyo pada akhir bulan Desember. Namun, pengalamannya sebagai milisi selama setahun di usia 37 sampai 38 tahun, merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi Tomoji.

Berdasarkan pengalamannya tersebut, Tomoji menulis novel serial yang diberi judul Jawamono setelah perang usai. Jawamono terdiri dari 10 seri. Shi no Hana yang ditulis pada tahun 1946 adalah seri pertama dari novel Jawamono. Hampir seluruh pengalaman Tomoji di Jawa diangkat sebagai tema dalam Jawamono. Situasi perang yang tidak menyenangkan, kepahitan hidup para ilmuan tawanan perang, hingga dilema yang dialami Tomoji sebagai anggota milisi yang tersiksa oleh hati nurani dan humanismenya semua tertulis nyata dalam Shi no Hana. Selain itu juga, kekagumannya pada sensualitas alam daerah Selatan tertulis Ushirometasa. Kedalaman karya sastra Abe Tomoji tergambar pada tema yang secara panjang lebar memuat minat misterius terhadap keberadaan manusia yang terbatas, juga memuat sikap humanisme serta ungkapan persaannya.

Shi no Hana menggambarkan pengalaman Abe Tomoji saat menjadi milisi di pulau Jawa. Latarbelakang tempat di Batavia, Selekta (Malang, Jawa Timur) tentunya akan menarik minat pembaca orang Indonesia.

Shi no Hana – Sangkelana